Jakarta: Imajinasi mimpi atau kekejaman modal ?

Mendengar kata Jakarta, apa yang akan terlintas dalam benak kita? Hal yang menarik adalah bagaimana Kota ini menggeliat dari hari ke hari. Jauh dimasa lampau, kita mengetahui Belanda membangun kota Jakarta yang dahulu bernama Batavia. Di era kemerdekaan, ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara. Banyak hal yang terjadi di kota ini, baik sejarah maupun geliat ekonomi dan politik. Menarik memang untuk terus dan terus berbicara tentang Jakarta. 
Daya Magnetis kota Jakarta itu sangat kuat bagi masyarakat sub urban. Jika dikaitkan dengan kesempatan kerja jelas sebagian orang akan berpendapat bahwa Jakarta 'gudang' lowongan pekerjaan. Sebuah penelitian yang menyatakan bahwa 70% peredaran uang di Indonesia berada di Jakarta seakan menamini pendapat masyarakat bahwa Jakarta adalah tempat berlabuhnya harapan untuk harapan ekonomi yang lebih baik. Seperti setali tiga uang, justru di Jakarta pula tingkat kriminalitas. Jika benar motif ekonomi yang melatarbelakangi urbanisasi maka semakin lekat pula potensi terjadinya kriminalitas. Namun dari segala tantangan dan ancaman kriminalitas tidak membuat masyarkat berbondong-bondong mengalir dan masuk kota Jakarta. 
Jakarta memang menawarkan sejuta 'kemanjaan' bagi penduduknya. Selain ketersediaan lapangan pekerjaan, anggapan kota yang modern yang dilengkapi dengan segala fasilitas juga menjadi pertimbangan bagi orang yang hendak 'memenuhi' Jakarta. Tawaran yang cukup menarik seperti pendidikan ataupun karier juga menjadi motif yang cukup dominan. Hiruk pikuk kota Jakarta sekali lagi tidak menghentikan terjadinya urbanisasi. 
Untuk lebih jelas mengenai penyebab urbanisasi, tentu kita harus melihat jauh ke desa. Apa yang terjadi pada masyarakat desa kita? Kondisi masyarakat desa terkait dengan kesempatan kerja adalah motif dominan masyarakat desa dalam hal urbanisasi. Lahan pertanian yang semakin sempit sehingga tidak bisa lagi masyarakat desa berproduksi. Trend yang berkembang bahwa sektor pertanian bukan ciri masyarakat maju dan diikuti dengan ledakan angkatan kerja menjadikan pertanian mulai ditinggalkan dan terjadilah urbanisasi tersebut. 
Pemerataan pembangunan yang timpang menjadikan tidak terjadinya modernisasi desa. Masyarakat desa yang produktif tentu akan menjadikan setiap orang yang akan pindah ke kota harus berpikir dua kali. Hal ini yang telah terjadi secara terus menerus dimana pemerintah Indonesia tidak pernah serius untuk melakukan pembangunan masyarakat desa, membangun infrastruktur dan meningkatkan tingkat produksi masyarakat. Jika desa dan kota sama-sama produktif dan mampu bersaing tentu tidak akan menjadi masalah baru terkait dengan urbanisasi besar-besaran di kota besar. 
Bila Jakarta tidak mampu menampung, maka hal ini akan menjadi masalah besar. Bagaimanapun juga ketersedian lowongan kerja dan lahan di Jakarta itu terbatas. Tidak ada dampak lain selain meningkatnya pengangguran yang memicu kriminalitas. Banyak lingkungan kumuh di Jakarta beserta bangunan-bangunan liarnya justru menambah panjang deret permasalahan Ibu Kota. Di sisi lain, keberhasilan sebagian masyarakat di Jakarta namun di sisi lain keterpurukan ekonomi bagi mereka yang tidak beruntung mengadu nasib di Jakarta. 
Dari hal di atas, tentu Jakarta itu menawarkan mimpi. Di sisi lain bagaimana Jakarta memberikan 'service' bagi penduduk Jakarta. Jakarta akan terus 'pincang' dan dibelakangnya kita akan melihat bagaimana kekuasaan modal bekerja dan merubah Jakarta. 
Terus, akan seperti apakah Jakarta itu? 

@indrawb 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANTANGAN MASA DEPAN ADVOKAT

Antara SBY, BBM dan Rakyat.